Foto Google/Puisi kutipan pena,(NP/SK) |
Mentari menyapa sang fajar,
menyongsong sejuta jiwa kegelapan,
tertatih hati melihat kelamnya jiwa,
melangkah teduh nan elok.
Mata hati telah berpijak pada sosok tegar,
menanti untaian darinya,
sampai pedih hati telah tumbuh,
namun satu untaianpun tak terucap.
Haruskah hati memilih liku kelam?
Menampakkan raut ceria tanpa makna?
hanya Sang Khalik yang mengetahui,
batin menyiksa dengan senyum tersirat.
Mungkin harus optimis menunggu waktu,
waktu yang tepat sambil berjuang,
di mana dia dantang,
Sang Fajar Timur.
menyongsong sejuta jiwa kegelapan,
tertatih hati melihat kelamnya jiwa,
melangkah teduh nan elok.
Mata hati telah berpijak pada sosok tegar,
menanti untaian darinya,
sampai pedih hati telah tumbuh,
namun satu untaianpun tak terucap.
Haruskah hati memilih liku kelam?
Menampakkan raut ceria tanpa makna?
hanya Sang Khalik yang mengetahui,
batin menyiksa dengan senyum tersirat.
Mungkin harus optimis menunggu waktu,
waktu yang tepat sambil berjuang,
di mana dia dantang,
Sang Fajar Timur.
Karya anak muda papua: Honaraut Pigai
TImika, 25/07/13
Komentar
Posting Komentar